GadgetSquad.id – Online Policy Forum (Forum Kebijakan Online) ke-3 yang dipresentasikan oleh Kaspersky memusatkan perhatian pada sumber daya dunia maya di kawasan ini, dan kebutuhan keahlian di tengah digitalisasi yang cepat.

Forum virtual ini diikuti oleh panel pembicara tingkat tinggi dari Kawasan Asia Pasifik termasuk:
Mr Craig Jones, Cybercrime Director dari INTERPOL ; Profesor Li Yuxiao, Wakil Presiden Chinese Academy of Cyberspace Studies dan Sekretaris Jenderal Asosiasi Keamanan Siber Tiongkok ; Seungjoo Kim, Profesor Sekolah Keamanan Siber Universitas Korea; Kepala Departemen Pertahanan Siber Universitas Korea; dan Anggota Komite Presiden untuk Revolusi Industri ke-4.

Apa saja kebutuhan dan tujuan nyata negara-negara di Asia Pasifik dalam pengembangan kapasitas, pendidikan, dan kesadaran dunia maya? Siapa sebenarnya yang harus memainkan peran untuk memastikan tujuan-tujuan ini tercapai dan bagaimana negara harus menanggung tanggung jawab ini? Ini adalah pertanyaan yang dijawab melalui Online Policy Forum Asia Pasifik ke-3 Kaspersky dengan tema “Greater Cyber-resilience through Cyber Capacity Building” atau dalam bahasa Indonesia “Ketahanan Siber yang Lebih Kuat melalui Peningkatan Kapasitas Siber.”

Kemampuan pertahanan siber suatu negara seringkali dibatasi oleh pengetahuan sumber daya manusianya dan kualitas kolaborasi lintas batas antara organisasi swasta dan publik di kawasan tersebut. Dengan demikian, para pembicara telah menjelaskan kesenjangan keamanan siber yang harus segera diatasi oleh para pemangku kepentingan di Asia Pasifik untuk membangun ruang siber yang lebih aman. “Saat kita mengalami percepatan transformasi digital di era siber ini, kita menghadapi tantangan keamanan yang turut membebani akan kebutuhan sumber daya keamanan siber mumpuni. Berinvestasi dalam bakat siber dan mempromosikan kesadaran keamanan serta pendidikan digital bagi para pengguna adalah kunci kesuksesan dalam membangun keamanan siber masyarakat dan ekonomi digital yang tangguh,” kata Chris Connell.

Berbagai penelitian yang dirilis selama beberapa tahun terakhir telah mencatat kesenjangan keterampilan keamanan siber global, khususnya di Asia Pasifik, yang mungkin disebabkan oleh proses digitalisasi yang masif di kawasan tersebut begitu juga risiko keamanan sibernya, ungkap Craig Jones dari INTERPOL.

“Dengan terus meningkatnya ancaman siber dan aktivitas kejahatan siber yang berdampak pada masyarakat, sebuah paradigma baru telah muncul dalam penegakan hukum global. Salah satu tantangan utama yang diidentifikasi INTERPOL adalah kesenjangan dalam kemampuan dan kapasitas siber penegakan hukum, secara nasional, regional, dan global disaat jaringan kriminal terus memperluas infrastruktur dan aktivitasnya. Dalam rangka mengatasi tantangan tersebut, penegak hukum harus menjadi mitra terpercaya secara regional. Menjadi kolaboratif, inklusif dan terbuka akan membantu kita mengurangi kesenjangan, serta meningkatkan kemampuan dan kapasitas siber,” tambah Jones.

Profesor Li Yuxiao Wakil Presiden Chinese Academy of Cyberspace Studies menambahkan poin Jones dalam hal fokus pada strategi jangka panjang dan bersama membangun komunitas dunia siber masa depan. Li juga menetapkan bahwa peningkatan kapasitas siber di Asia Pasifik harus “fokus pada infrastruktur jaringan, waspada terhadap tantangan yang dibawa oleh keamanan siber, dan memperkuat pengembangan sistem pelatihan personel” seiring kawasan Asia Pasifik terus memanfaatkan kekuatan Industri 4.0.

Didorong oleh biaya produksi yang rendah, basis industri yang luas, dan dukungan yang lebih besar dari pemerintah daerah di Asia Pasifik, kawasan ini akan siap menjadi pusat dan pasar terbesar untuk Industri 4.0 dalam lima tahun ke depan. Profesor Seungjoo Kim selaku Anggota Komite Presiden untuk Revolusi Industri ke-4 mengutip kisah sukses di mana sejumlah negara mulai meningkatkan kebijakan dan peraturan keamanan siber di tengah upaya mereka menuju masyarakat yang lebih terhubung.

Kim mencatat, “Saat kita memasuki era Revolusi ke-4, keamanan siber menjadi prioritas penting lebih dari sebelumnya. Misalnya, di Uni Eropa, peraturan tentang keamanan siber otomotif akan diwajibkan untuk semua kendaraan baru yang diproduksi mulai Juli 2024. Seiring pentingnya unsur keamanan siber tersebar di semua bidang, pakar keamanan wajib memiliki pengetahuan domain yang lebih mendalam daripada sebelumnya. Sekarang, saatnya bagi kita untuk memikirkan program pengembangan tenaga kerja yang lebih efektif untuk melatih pakar keamanan dalam setiap sektor industri.”

Peran selanjutnya, adalah Kaspersky sebagai perusahaan keamanan siber global yang telah menjadi mitra tepercaya INTERPOL. Pada tahun 2019, Kaspersky telah memperluas kerja samanya dengan lembaga penegak hukum tersebut dalam memerangi para pelaku kejahatan siber dengan memberikan dukungan sumber daya manusia, pelatihan, dan data intelijen ancaman tentang aktivitas kejahatan dunia maya terbaru.

Kaspersky memahami kebutuhan akan talenta baru di dunia siber pada wilayah tersebut, sehingga perusahaan keamanan siber telah memperluas program magang SafeBoard yang populer di Asia Pasifik tahun ini. Melalui program ini, kandidat lokal dari Singapura dapat memilih berbagai posisi teknis dan non-teknis dan bergabung di industri keamanan siber.